Sabtu, 23 Januari 2010

MUHASABAH

Bukan Sekedar Rintihan.

rinithan itu menghentikan langkah Musa a.s. Dihadapannya, seorang lelaki tampak tengah memanjatkan doa kepada Allah. Menghiba dengan khusyuk, menyampaikan kebutuhannya. Suaranya pilu menyayat hati. Beliau alaihi salam tersentuh, kemudian memohon, "Ya Allah, kasihanilah dia, sungguh hamba ksihan melihatnya."
Allahpun menurunkan wahyu Nya kepada Musa, "Sekalipun dia berdoa kepada Ku sampai semua kekuatannya habis, niscaya doanya tidak Aku kabulkan, hingga dia menyadari hak Ku terhadapnya."
Pengabulan doa adalah kewajiban Allah atas hamba Nya. Itu pasti. Dan itu mudah bagi Nya. Mutlak, prerogatif, dan tidak satu pun yang kuasa mencampurinya, termasuk saat Allah tidak mengabulkan permohonan itu. Tidak juga rintihan hamba yang gundah di atas luka bernanah, bersimbah darah. Yang membuat air mata berlinang dan sejuta simpati datang.
Ini adalah masalah kesadaran akan adanya hak Allah dalam peribadatan kita, dalam menjalani ketaatan dan menjauhi maksiat, dalam kepasrahan dan pengabdian. Sebab Allah wajib ditaati, bukan dimaksiati, diingat bukan dilupakan, disyukuri bukan dikufuri. Bahwa menghamba kepada Nya adalah suatu kewajiban dengan penuh kesadaran, dan bukan sekedar menggugurkan kewajiban dalam pelaksanaan.
Tentang persembahn terbaik yang bisa kita upayakan, dalam ketauhidan niat dan tujuan penghambaan, adalah menggapai ridha Nya dan menjauhi murka Nya.Tidak ada penyertaan keinginan lain yang mengeruhkan makna tauhid, apapun resiko yang mengiringi realisasinya. Sebab bagaimanapun pilihan telah dijatuhkan !
Dari sini lahirlah rasa khawatir jika hak Nya tidak sempurna kita tunaikan. Rangkain ibadah kita trenyata jauhdari standar penerimaan. Penuh noda dan kekurangan. Hingga sangatlah memalukan jika kita selalu membanggakannya.. Maka hilanglah rasa ujub, bangga diri akan amala amal yang telah lalu. Berganti perasaan rendah dan hina karena bukan banyaknya amal yang akan menyelamatkan kita kelak, namun hanya ampunan, rahmat dan maghfirohNya.
Hingga kepasrahan itu harus bulat, penuh, utuh ! Dalam keadaan apapun, bagaimanpun, dan dimanapun. Saat kita lapang, sempit, saat kenyang maupun melilit, saat sehat maupun sakit, saat kita kaya maupun pailit. Karena tanpa kesadaran akan adanya hak Allah itu, ibadah kita tidak akan memberi manfat apapun, kalaupun ada hanya sedikit.
Jadi apalah arti rintihan itu jika lahir dari kehilangan dunia ? Yang jabarannya bisa jadi sangat panjang, kelaurga, karir, bisnis, jabatan, atau apapun namanya. Yang sujud dan doanya panjang, yang menghiba itu hanyalah sebuah keinginan agar semuanya kembali dan bukan tulus mengabdi. Yang setelah kembalinya, apabila mungkin, lidah menjadi kelu berdzikir, akal tak lagi berfikir, kaki berat melangkah, kembali berbuat maksiat dan lupa akan kewajiban ibadah.
Inikah pengabdian itu ? Rintihan menyayat hati yang palsu membungkus hasrat diri, bahwa ia bukanlah lahir darimpenghambaan yang murni. Yang lahir dari nihilnya pemahaman hak Allah terhadap kita, para hambaNya.
Sumber: ar risalah, edisi 103 Vo. IX No 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar